Suttapiṭake Majjhimanikāye Mūlapaṇṇāsapāḷi Cūlayamakavaggo

Deskripsi:

Judul Buku: Suttapiṭake Majjhimanikāye Mūlapaṇṇāsapāḷi Cūlayamakavaggo

Penyusun: Bhikkhu Dhammadhīro Mahāthera, Bhikkhu Santacitto

Penerbit: Saṅgha Theravāda Indonesia

Ukuran Buku:16.3 x 23.3 × 2.4 cm

Sampul Hard Cover Judul hot print emas

Isi: 254 halaman

Bahan: Book Paper

Cetakan Pertama: 1.700 Jilid

Tidak diperjualbelikan (dibagikan gratis untuk peserta ITC & Āsāḷha Mahāpūjā 2567/2023)

 

Sinopsis:

Dalam Cūḷayamakavagga, yakni Sāleyyaka Sutta, Verañjaka Sutta, Mahāvedalla Sutta, Cūḷavedalla Sutta, Cūḷadhammasamādāna Sutta, Mahādhammasamādāna Sutta, Vīmaṃsaka Sutta, Kosambiya Sutta, Brahmanimantanika Sutta, dan Māratajjanīya Sutta. Isi dalam sepuluh khotbah ini tidak semuanya dibabarkan oleh Sang Buddha. Tiga khotbah dari sepuluh ini disampaikan oleh para siswa Sang Buddha. Mahāvedalla Sutta diberikan oleh Bhante Sāriputta, Cūḷavedalla Sutta oleh Bhikkhuni Dhammadinnā, sedangkan Māratajjanīya Sutta oleh Bhante Mahā Moggallāna.

Dua khotbah pertama yakni Sāleyyaka Sutta dan Verañjaka Sutta diberikan Sang Buddha kepada dua kelompok brahmana, namun memiliki isi yang sama. Keduanya berisi tentang sepuluh sebab yang membawa pada kelahiran di alam surga dan sepuluh sebab yang membawa kelahiran di alam neraka. Masing-masing sepuluh sebab ini berkenaan dengan perbuatan ucapan, jasmani dan pikiran. Di sini, seseorang yang berprilaku baik melalui empat jenis ucapan, tiga jenis perbuatan jasmani dan tiga jenis perbuatan pikiran, dapat terlahir di alam surga setelah kematian, sedangkan ia yang berprilaku buruk dalam tiga kelompok perbuatan dapat terlahir di alam neraka. Dua khotbah ini juga menyebutkan bahwa ia yang berprilaku baik memungkinkan untuk dapat terbebaskan dari keseluruhan penderitaan. Sementara itu, dua khotbah selanjutnya, Mahāvedalla Sutta dan Cūḷavedalla Sutta, berisi diskusi yang menerangkan berbagai poin Dhamma yang dalam. Dalam Mahāvedalla Sutta, berbagai pertanyaan penting seperti apa itu vedana, saññā, viññāṇa, paññā, saññāvedayitanirodha, diangkat oleh Bhante Mahā Koṭṭhita, dan setiap pertanyaan dijawab oleh Bhante Sāriputta. Berbagai poin Dhamma yang penting juga dibahas dalam Cūḷavedalla Sutta oleh Bhikkhuni Dhammadinnā dan Perumah tangga Citta. Dalam hal ini, Perumah tangga Citta berperan sebagai penanya yang menanyakan berbagai hal penting seperti apa itu sakkāya, sakkāyadiṭṭhi, sakkāyasamudaya, sakkāyanirodha, saṅkhāra, korelasi antara vedana dan anusaya, sementara Bhikkhuni Dhammadinnā menjawab semua pertanyaan tersebut.

Khotbah kelima dan keenam yakni Cūḷadhammasamādāna Sutta dan Mahādhammasamādāna Sutta, berdasarkan namanya, terlihat berpasangan dan memang berisi poin Dhamma yang serupa yaitu tentang empat hal yang harus diketahui. Akan tetapi, Sang Buddha dalam dua khotbah ini menjelaskan dengan cara yang berbeda. Empat hal yang harus diperhatikan adalah 1) hal-hal yang memberikan kebahagiaan sekarang namun memberikan penderitaan di masa mendatang, 2) hal-hal yang memberikan penderitaan sekarang dan di masa mendatang, 3) hal-hal yang memberikan penderitaan di masa sekarang, namun kebahagiaan di masa mendatang, dan 4) hal-hal yang memberikan kebahagiaan sekarang dan masa mendatang. Empat hal dalam Cūḷadhammasamādāna Sutta berkenaan dengan empat jenis praktik para pertapa, sedangkan dalam Mahādhammasamādāna Sutta berhubungan dengan sepuluh perbuatan yang disebutkan dalam Sāleyyaka Sutta.

Vīmaṃsaka Sutta, khotbah ketujuh dari Cūḷayamakavagga ini, berisi undangan Sang Buddha kepada para siswa Beliau untuk menyelidik lebih dalam agar mengetahui bahwa Beliau merupakan Manusia Tercerahkan atau tidak. Sementara itu, Kosambiya Sutta dibabarkan Sang Buddha ketika para bhikkhu di Kosambi terpecah karena perbedaan pendapat. Dalam ini, Sang Buddha mengajarkan enam kualitas yang harus dimiliki para bhikkhu agar tercipta keharmonisan dan persatuan di antara mereka. Khotbah kesembilan yakni Brahmanimantanika Sutta berisi nasihat Sang Buddha kepada Brahma Baka yang memiliki pandangan salah bahwa alam Brahma dimana ia tinggal adalah kekal abadi. Sang Buddha, dalam khotbah ini, juga menunjukkan kesaktianNya yang melampaui Brahma Baka untuk mengatasi keragu-raguan brahma ini. Sutta terakhir, sesuai dengan namanya, berkenaan dengan celaan terhadap Māra. Khotbah ini diberikan oleh Bhante Mahāmoggallāna yang mengingatkan seorang Māra agar jangan menggganggu seorang siswa Sang Buddha. Beliau, untuk menasihati Māra yang pada kesempatan tersebut mengganggunya, menceritakan salah satu kehidupannya yang juga pernah terlahir sebagai Māra dan harus terlahir di alam neraka setelah mengganggu seorang siswa utama Sang Buddha.

Buku Lainnya